Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2010

Tik Tik Tik

Tik tik tik bunyi hujan dua pipit bercanda dingin senandungkan perih tentang cinta yang berpamit Tik tik tik bunyi hujan kibas daun kelapa meluruh menyembah angin barat agar membawa bangau pulang Tik tik tik bunyi hujan nafas itu memberat pada erangan panjang dahaga yang menahun...

terpurukku

gelas diujung mejaku tak mau kuisi lagi setiap kali kuteguk airnya, dia lenyapkan sesah sesaat saja padahal masih ada hati kosong sekolam dan dahaga pohon berbunga merah di tegalan yang merintih di bulan bulan terakhir dan pucuk bunga yang berkomat kamit memohon agar raga tak mengering luruh membunuh putra putranya...

Kelabu September

Tak pernah ku lupakan kau burung kecil di pucuk dekat jendela kau bersiul ketika melihatku ringkih mengejek pada keniscayaanku ketika matahari sore marah pada gorden jendela yang menghalanginya mencakar wajahku adakah kamu semua bersikukuh atau disuruh?

Stasiun itu

Tiang stasiun tua itu tetap berdiri Menusuk awan putih memayungiku teduh di bawahnya Tak panas! Sesekali terpaksa senyum ku tebar Pada wajah-wajah angker ku kenal Yang mengaku pemilik jiwaku kalau tak ada cepek Tak seribu tak dua ribu orang berlalu Ku hitung bersama jejak detik, dan ejekan jangkrik di samping pagar tua Oh kamu datang? Tapi kenapa kau hanya tinggalkan harum tubuhmu, membelakangiku dan menghilang?

Senja 3

Hari ini, hatimu berbicara pada jari menggelitik ruang-ruang sukma Ternyata kau dewasa saat tak ku sapa Takkan kau tinggalkan pesan pada kertas harum bergambar bunga itu lagi, kan? Kertas itu lebih menarik kumbang lain, sayang. Jangan pernah titipkan cinta pada benda ber-hati Patrilah di batu atau di angin, aku tak peduli Karena waktu tak pernah berseteru, ternyata Dia tetap membawa janji-janji Sekalipun dilupakan batu dan angin