Skip to main content

Stasiun itu

Tiang stasiun tua itu tetap berdiri
Menusuk awan putih memayungiku teduh di bawahnya
Tak panas!
Sesekali terpaksa senyum ku tebar
Pada wajah-wajah angker ku kenal
Yang mengaku pemilik jiwaku kalau tak ada cepek
Tak seribu tak dua ribu orang berlalu
Ku hitung bersama jejak detik, dan ejekan jangkrik di samping pagar tua

Oh kamu datang?
Tapi kenapa kau hanya tinggalkan harum tubuhmu, membelakangiku dan menghilang?

Comments

Popular posts from this blog

Ribuan kali sudah kuikuti putaran jarum jam dindingku Mata memerah lelah tak juga mampu membelai otak untuk istirahat barang sesaat Apakah ini persimpangan kita?

Cinta pertama

Malam tak tidur jua Walau senandung jangkrik memaksa Dan bulan meringkuk di ketiak kelapa memohon lirih: Tidurlah cintaku akan ku sampaikan gelisahmu padanya tentang kutuk dirimu yang tak bergumam dan tak bersenyum ketika bersua tentang selaksa kalimat cinta tertahan di gemeretak gigi tentang mata luruh walau mengerling sekalipun tentang langkah menggegas, memburu berlalu Yakinlah dia akan memaafkanmu karena aku akan membawa kabar sama darinya kepadamu

Di ujung senja

Aku melulur hari hari ku dengan peluh Menjaga syukur batin tetap menyala Memandu kaki yang tak bermata Sekian ribu hari berlalu masih tetap gelap Menekan harap ke titik terbawah Tapi di sisi jalan penyorak berteriak: Ayo kamu bisa! Ayo kamu bisa! Tapi ternyata merekalah yang lapar kemenangan lapar pesta pora! Tak peduli dengan luka luka Tak peduli dengan pahit hidup sejauh bukan miliknya