Skip to main content

Posts

Showing posts from 2010
Ribuan kali sudah kuikuti putaran jarum jam dindingku Mata memerah lelah tak juga mampu membelai otak untuk istirahat barang sesaat Apakah ini persimpangan kita?
Hari ini Ada mentari dikelilingi kabut Ada burung kecil menyanyi sendiri di dahan mangga Ada jangkrik yang tak mau diam Ada angin mempermainkan jendela Ada air yang tak bosan menggedor ember bocor Ada televisi yang tak hentinya menayangkan iklan Ada diri yang kecewa

Pulang

Mengapa aku harus pulang bila pulang tak bersapa dan topeng segala wajah berkeliling berdansa pada nasi segenggam? Mengapa aku harus pulang dan selalu maklum akan cinta melimpah tapi semua tergadai?

Kuingat kau...

Mungkin aku terlalu menuntut agar kau genggam aku erat ketika kita sebrangi sungai itu agar kau memeluk aku ketika perahu yang kita tumpangi oleng agar kau lebih dulu menahan aku ketika aku jatuh mengejar kelomang dan aku membalasnya dengan kemarahan yang sangat ketika kau menghalangi aku keluar malam ketika kau mendoktrinku dengan apa yang kau anggap baik ketika kau memintaku untuk tetap belajar walau ku tahu kau tahu, belajar itu membosankan Kuingat kau papa, ketika aku menggodamu saat kau mengerang dan badan dipenuhi selang tapi mungkin kau malah tersinggung kulecut kau sebagaimana kau lecut aku Hari ini semestinya kau bertambah sepuluh tahun lagi menghias hari-hari mama kuingat kau, papa

Aarghh...

tak cukupkah teriak menahunku kau dengar? yang tersimpan di retak retak dinding rumahku dibalik bantal tidurku mendekam di tuts laptopku dan setiap helai kertas di mejaku dan menggantung di sendok makanku. Adakah kau dengar seruanku?

hari ini seharusnya jangan bertanya

hari ini tak ada tanya menyapa karena tanya saling bertanya akan tanya yang bertanya-tanya tentang cinta yang katanya ternyenyak pada sepuluh musim yang meranggas hari ini seharusnya tak ada tanya ketika tanya menjawab tanya akan dua cinta yang berdamai hari ini seharusnya jangan bertanya agar tanya tak berluka dan cinta sepuluh musim tetap menyemai

Cinta pertama

Malam tak tidur jua Walau senandung jangkrik memaksa Dan bulan meringkuk di ketiak kelapa memohon lirih: Tidurlah cintaku akan ku sampaikan gelisahmu padanya tentang kutuk dirimu yang tak bergumam dan tak bersenyum ketika bersua tentang selaksa kalimat cinta tertahan di gemeretak gigi tentang mata luruh walau mengerling sekalipun tentang langkah menggegas, memburu berlalu Yakinlah dia akan memaafkanmu karena aku akan membawa kabar sama darinya kepadamu

Tik Tik Tik

Tik tik tik bunyi hujan dua pipit bercanda dingin senandungkan perih tentang cinta yang berpamit Tik tik tik bunyi hujan kibas daun kelapa meluruh menyembah angin barat agar membawa bangau pulang Tik tik tik bunyi hujan nafas itu memberat pada erangan panjang dahaga yang menahun...

terpurukku

gelas diujung mejaku tak mau kuisi lagi setiap kali kuteguk airnya, dia lenyapkan sesah sesaat saja padahal masih ada hati kosong sekolam dan dahaga pohon berbunga merah di tegalan yang merintih di bulan bulan terakhir dan pucuk bunga yang berkomat kamit memohon agar raga tak mengering luruh membunuh putra putranya...

Kelabu September

Tak pernah ku lupakan kau burung kecil di pucuk dekat jendela kau bersiul ketika melihatku ringkih mengejek pada keniscayaanku ketika matahari sore marah pada gorden jendela yang menghalanginya mencakar wajahku adakah kamu semua bersikukuh atau disuruh?

Stasiun itu

Tiang stasiun tua itu tetap berdiri Menusuk awan putih memayungiku teduh di bawahnya Tak panas! Sesekali terpaksa senyum ku tebar Pada wajah-wajah angker ku kenal Yang mengaku pemilik jiwaku kalau tak ada cepek Tak seribu tak dua ribu orang berlalu Ku hitung bersama jejak detik, dan ejekan jangkrik di samping pagar tua Oh kamu datang? Tapi kenapa kau hanya tinggalkan harum tubuhmu, membelakangiku dan menghilang?

Senja 3

Hari ini, hatimu berbicara pada jari menggelitik ruang-ruang sukma Ternyata kau dewasa saat tak ku sapa Takkan kau tinggalkan pesan pada kertas harum bergambar bunga itu lagi, kan? Kertas itu lebih menarik kumbang lain, sayang. Jangan pernah titipkan cinta pada benda ber-hati Patrilah di batu atau di angin, aku tak peduli Karena waktu tak pernah berseteru, ternyata Dia tetap membawa janji-janji Sekalipun dilupakan batu dan angin