Skip to main content

Posts

Showing posts from 2006

Dari Puputan ke Pupuan

Masih kusisakan keranjang ini menampung butir airmata Yang mengristal di pohon pojokan Yang kan ku minum saat rindu datang Tapi sayangnya dia cepat menjamur Menempel di pohon-pohon yang tak pernah ku kenal Yang menghapus bayang diriku dari terik Aku dahaga!

Tentang hati

Kita masih banyak bermain hati Menoreh bercak air mata di pundak dan dada Bercipratan dengan keringat dan ludah Padahal baju kita sudah lama kita rendam membusuk Bahkan telah kau bakar, katamu Tapi mengapa tetap saja ada jalan bersapa? Senin 24 Juli 2006 Penyabangan-Bali

Simpanlah airmatamu

Sabtu dini hari, 8 April 2006 Simpanlah airmatamu nak simpanlah dalam dalam cukup sudah kau menggunakannya sewaktu kau bayi ketika kau tak bicara susu hari ini memang kelam tapi hari esok akan lebih ganas Bermainlah sepuas hatimu pertajam inderamu namun jangan pernah beri tempat bagi kesedihan karena kesedihan adalah milik hari yang tak tentu di saat kau tepekur dan menilai diri di saat keceriaan tak pernah datang walau diundang sekalipun Simpanlah airmatamu nak janganlah melatih diri menggunakannya karena airmata adalah air abadi tumpahan gemuruh semesta yang tak bisa dijangkau dengan akal tapi ditakar dengan rasa walau hanya setetes sekalipun Simpanlah airmatamu nak untuk hari yang tak tentu

senja 2

Jauhkan aku dari awan-awan itu mereka hanya memberengut dan berlalu yang lain datang dengan senyum kekasihku kemudian menghilang Janganlah datang mendekat kau gelombang karena kau bawa hampa memukul tubuh bumi berabad-abad dan melukainya Cukup sudah kau menggarami wajahku wahai angin meninggalkan amis di rambutku dan kerut kuatir di pojok mata menampik harapan-harapan yang ingin kutitip Selamat tinggal matahari pergilah kau selamanya hapuslah jingga langitmu secepatnya karena dalam gelap ku merasa lebih lega Selasa, 4 April 2006 © 2006, Gustaf Mamangkey

senja 1

Setengah penggal matahari bersaksi mengelus benang horizon ketika senyap dan nafas dahaga menyatu pada gemericik air yang panik di kaki telanjang pada gemeretak tak beraturan karang mati terlindas Seperempat penggal matahari bersaksi membentuk bayang diam ketika berkas cahaya tak kuasa menembus dua tubuh mendamparkan sinar pada wajah memerah pada kilau kristal yang keluar dari pojok mata Ketika matahari membenam yang terlihat hanya nafas yang tak terdengar sementara air makin panik 3 april 2006 © 2006, Gustaf Mamangkey