Skip to main content

Jimbaran, mengapa tak kutemukan airmatamu?

@Jimbaran
Senja kemarin, aku mengeja lagi guratanmu di pasir itu
Mencari jejak airmatamu
Tapi yang ada hanya jejak kaki kita yang berhamburan
Mengejar kepiting capit merah besar yang genit menantangmu
Ku cegat sang bapak penjual kerang
Dimana kau simpan kerang totol bentuk hati yang tersisip airmata di celahnya?
Bapak itu diam memindaiku utuh dari ujung jariku
Tanyakan pada penjual jagung bakar, katanya
Mungkin dia terselip diantara jagung
Kupikir tak mungkin, bukankah hanya tawamu ada di sana?
Kucegat lagi ombak yang membasahi sepatumu
Dia pasti menyimpan airmatamu
Tapi dia terkekeh mendebur dan pergi
Tak matahari, tak juga lilin lentera di meja yang kau tumpahkan itu
Jimbaran, mengapa semua saksi abadi tak peduli?

Comments

Popular posts from this blog

Ribuan kali sudah kuikuti putaran jarum jam dindingku Mata memerah lelah tak juga mampu membelai otak untuk istirahat barang sesaat Apakah ini persimpangan kita?

Cinta pertama

Malam tak tidur jua Walau senandung jangkrik memaksa Dan bulan meringkuk di ketiak kelapa memohon lirih: Tidurlah cintaku akan ku sampaikan gelisahmu padanya tentang kutuk dirimu yang tak bergumam dan tak bersenyum ketika bersua tentang selaksa kalimat cinta tertahan di gemeretak gigi tentang mata luruh walau mengerling sekalipun tentang langkah menggegas, memburu berlalu Yakinlah dia akan memaafkanmu karena aku akan membawa kabar sama darinya kepadamu

Di ujung senja

Aku melulur hari hari ku dengan peluh Menjaga syukur batin tetap menyala Memandu kaki yang tak bermata Sekian ribu hari berlalu masih tetap gelap Menekan harap ke titik terbawah Tapi di sisi jalan penyorak berteriak: Ayo kamu bisa! Ayo kamu bisa! Tapi ternyata merekalah yang lapar kemenangan lapar pesta pora! Tak peduli dengan luka luka Tak peduli dengan pahit hidup sejauh bukan miliknya